Selasa, 26 Februari 2013

KEP pada Lansia dan Pasien Geriatri di Rumah Sakit


EPIDEMIOLOGI GIZI

KEKURANGAN ENERGI PROTEIN PADA LANSIA
dan
PASIEN GERIATRI DI RUMAH SAKIT



Oleh :
1. Ni Putu Ratih P.                     (G2C008050)
2. Nina Sakinah                          (G2C008051)
3. Novita M. S.                          (G2C008052)
4. Nur Widianti                           (G2C008053)
5. Putri K.P.                               (G2C008054)
6. Putri S. P.                               (G2C008055)
7. Raysa T.S.                              (G2C008057)
8. Renjani Gina R.                       (G2C008058)
9. Reni S.                                    (G2C008059)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009


KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
PADA PASIEN GERIATRI DI RUMAH SAKIT

Malnutrisi energi protein merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia. Malnutrisi energi menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan protein di mana secara fisiologis keadaan ini dapat dilihat dengan hilangnya massa lemak bebas. KEP yang terjadi dengan bertambahnya usia akan mempengaruhi massa otot, kelemahan fisik dan gangguan sistem imun, sehingga meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada lansia karena besarnya resiko infeksi dan adanya penurunan kemampuan fungsional.
Prevalensi kasus kekurangan energi protein pada pasien geriatri di rumah sakit dilaporkan cukup tinggi. Perkiraannya antara 20 – 78% pada lansia yang dirawat secara medis. Kasus ini sering ditemukan pada pasien, baik yang mengalami penyakit akut maupun penyakit kronis yang berhubungan dengan konsentrasi hiperkatabolik protein visceral. Malnutrisi merupakan  faktor resiko utama yang berpengaruh terhadap komplikasi dan pemulihan kesehatan pada lansia yang dirawat di rumah sakit. Penelitian melaporkan bahwa peningkatan frekuensi malnutrisi selama dirawat di rumah sakit meningkat disebabkan karena adanya penyakit kronis. Angka peningkatan frekuensi malnutrisi ini sebesar 16% saat opname ,menjadi 22% saat keluar . Studi lain melaporkan sekitar 16% - 26% setelah 1 minggu keluar dari rumah sakit.
Terjadinya kekurangan energi protein pada pasien geriatri salah satunya disebabkan karena lamanya perawatan di rumah sakit. Selain itu, banyaknya lansia yang mengalami kekurangan gizi juga disebabkan karena kondisi penyakit yang kronis. Saat terkena penyakit yang kronis, sebagian besar protein dibakar untuk menghasilkan energi yang diperlukan tubuh. Karena asupan diet yang rendah, akibatnya lean body mass lah yang akan digunakan/dirombak sebagai sumber energi tubuh. Hal ini mengakibatkan terjadinya deplesi lean body mass . Pasien yang menderita deplesi lean body mass akan lebih susah untuk sembuh jika suatu saat terkena penyakit akut, dibandingkan dengan mereka yang status gizinya baik. 71% terjadinya resiko kematian pada lansia disebabkan karena status gizi yang buruk. Oleh karena itu, intervensi gizi yang baik perlu dilakukan untuk melakukan pencegahan terhadap hal ini.
Beberapa faktor resiko yang memiliki hubungan dengan terjadinya malnutrisi pada lansia yaitu :
1.      Usia
Bertambahnya usia menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional seperti penurunan fungsi hormon, imunitas, dll. Menurunnya fungsi imun tubuh menyebabkan lansia memiliki resiko tinggi untuk mengalami penyakit kronis dan infeksi . Selain itu, penambahan usia berhubungan juga dengan penurunan fungsi organ tubuh sepeti: dyspraxia fungsi makan (spt: mengunyah dan menelan; perubahan interpretasi bau dan rasa dan penolakan untuk makan).
2.      Infeksi
Infeksi merupakan faktor penyebab sekaligus faktor yang dapat memperparah kondisi malnutrisi pada pasien. Saat mengalami infeksi, diperlukan sumber zat gizi yang penting dalam jumlah cukup banyak untuk meningkatkan fungsi imunitas tubuh. Jika selama terjadi infeksi hal ini tidak terpenuhi, maka akan berujung pada kondisi kekurangan energi protein.
3.      Komplikasi penyakit
Komplikasi penyakit lambat laun akan mengurangi jumlah cadangan energi dalam tubuh.
4.      Asupan gizi
Kurangnya asupan energi dan protein dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan hilangnya massa lemak bebas.
5.      Lamanya perawatan di rumah sakit
Kemungkinan berkaitan dengan gangguan psikologis yang menyebabkan hilangnya berat badan. Banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa pada pasien rawat inap yang telah sembuh dari sakitnya, sebagian besar mengalami kondisi undernutrisi. Hasil penelitian ini didasarkan pada pengukuran terhadap protein serum, pengukuran secara antropometri dan pengukuran berat badan. Penyakit kritis dan perawatan di rumah sakit mengakibatkan stress katabolik, anorexia, dan immobilisasi, yang memperburuk status nutrisi pada lansia. Pada keadaan istirahat, seperti tidur di kasur atau tidur di kursi , dapat menyebabkan penurunan massa otot ≤ 1.5%/hari.
6.      Rendahnya kesejahteraan sosial dan rendahnya kualitas hidup
Rendahnya kesejahteraan sosial dan kualitas hidup berkaitan erat dengan kondisi KEP. Salah satu contohnya yaitu pada golongan dengan pendapatan rendah, mungkin tidak mampu untuk membeli bahan makanan yang sesuai kebutuhan saat mereka sakit. Makanan yang dibbeli hanya asal kenyang saja, tanpa memperhatikan nilai gizinya.
7.      Penyakit kronis
Pada pasien yang mengalami penyakit kronis, sebagian besar protein dibakar untuk menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh. Karena asupan diet yang rendah, akibatnya lean body mass lah yang akan digunakan/dirombak sebagai sumber energi tubuh. Hal ini mengakibatkan terjadinya deplesi lean body mass .
Untuk mengidentifikasi apakah pasien tertentu tergolong KEP atau tidak, maka dilakukan pengukuran-pengukuran, di antaranya pengukuran antropometri (pengukuran beerat badan, tinggi badan, LILA dan LOLA), indeks BMI, riwayat penyusutan berat badan dan pengukuran secara biokimia yakni pengukuran kadar serum (albumin, total protein, dan total kolesterol). Selain itu, dilakukan juga pengukuran terhadap pengaruh kebiasaan merokok, alkohol, status fungsional, tingkat pendidikan, dan tingkat keparahan penyakit.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan di bidang gizi, peneliti telah menemukan cara baru menghitung indeks status gizi pada lansia, mengingat fisik lansia umumnya tidak memungkinkan untuk dapat berdiri tegak jika akan dilakukan pengukuran tinggi badan, selain itu mereka juga memiliki berat badan yang tidak ideal  lagi, sehingga sulit untuk mendapatkan data yang akurat. Oleh karena itu, digunakanlah suatu metode baru penghitungan status gizi pada lansia, disebut dengan GNRI (Geriatric Nutritional Risk Index). GNRI merupakan suatu metode pengukuran rumus berat badan biasa dengan berat badan ideal menurut rumus Lorentz (WLo) pada lansia yang dapat digunakan di rumah sakit.
Rumus yang digunakan :
( 1,489 x albumin g/L) + (41,7 x berat badan )‏
Perhitungannya dapat dilakukan dengan mengetahui berat badan dan kadar albumin darah pasien. Dari hasil pengukuran ini kemudian ditentukan status gizinya dengan mengacu pada tetapan berikut :
Resiko tinggi jika : GNRI = 82
Resiko sedang jika : GNRI = 82-92
Resiko rendah jika : GNRI = 92-98
Tidak beresiko jika : GNRI = 98
Kondisi KEP memiliki hubungan yang erat dengan kejadian penyakit lainnya, di antaranya : penyakit paru obstruksi, gagal jantung, gagal ginjal kronis, demensia, dan stroke.
  1. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
Prevalensi gizi buruk dilaporkan bervariasi antara 20% - 70% untuk berbagai kelompok pasien dengan PPOK dan emfisema . Malnutrisi pada pasien dengan PPOK disebabkan karena ketidakseimbangan antara pengeluaran energi dan asupan makanan. Sebuah penelitian melaporkan bahwa pada pasien PPOK  yang mengalami kehilangan berat badan memiliki angka kelangsungan hidup lebih pendek 5 tahun  (rata-rata  dari 3 tahun) dari pada pasien PPOK tanpa kehilangan berat badan.
  1. Stroke
Sekitar 8-16% pasien stroke menunjukkan tanda-tanda KEP pada saat menderita stroke dan lebih dari 80% pasien yang dirawat selama lebih dari 21 hari karena stroke mengalami kesulitan makan . Efek dari stroke pada banyak aspek fungsi dapat memberikan kontribusi terhadap terjadinya gangguan nutrisi pada pasien. Dalam waktu 2 minggu pasien stroke (87%) baru memperoleh kembali kemampuan untuk menelan sehingga menyebabkan KEP. Kelumpuhan dan adanya perubahan indra penciuman dan rasa. Fase katabolik yang akut menyebabkan penurunan status gizi  yang cepat bagi banyak pasien stroke. Malnutrisi pada pasien stroke dikaitkan dengan peningkatan  tingkat infeksi, luka baring ,waktu pengobatan yang makin panjang , dan meningkatnya angka kematian .
  1. Gagal jantung kronik
Prevalensi PEM sehubungan dengan gagal jantung kronis, yaitu, jantung cachexia , bervariasi antara 10% - 25%, tergantung pada jenis-kegagalan jantung pasien. Mekanisme patologisnya yaitu , nafsu makan berkurang atau perasaan penuh cepat, hipertensi portal sekunder dengan stasis vena di splanchnic hepatik-daerah dengan dispepsia, malabsorpsi lipid dan kehilangan protein dalam usus, dan kelainan pada kinetik catecholamine. KEP menyebabkan hypotrophy otot jantung dalam bagian  hypotrophy dari otot rangka . KEP pada pasien dengan gagal jantung kronis dikaitkan dengan peningkatan angka kematian.
  1. Demensia
Malnutrisi terjadi pada 12-50% dari pasien yang terdata dengan gangguan demensia . Demensia menyebabkan berkurangnya asupan energi, sebagian karena menurunnya nafsu makan.Demensia juga menyebabkan lansia menjadi sering lupa makan. Sebuah penelitian longitudinal  selam 6 tahun menyatakan  bahwa berat badan berkorelasi dengan derajat dan perkembangan DAT (salah satu tipe penyakit Alzheimer) dan kematian, sedangkan kenaikan berat badan ini berkaitan dengan penurunan risiko kematian.
TREATMENT GIZI
Treatment gizi nyata memberikan efek positif  pada pasien yang mengalami sakit kronis, pasien nonmalignant (penyakit tidak menular) dengan manifest KEP atau resiko KEP. Terapi gizi dapat dilakukan dengan:
  TERAPI DIET : berhasil menaikkan BB rata-rata 3,5 kg
  Berdasarkan penelitian epidemiologi Prospective: mempertahankan berat badan setelah menopause merupakan faktor yang signifikan dalam mencegah patah tulang (pencegahan terhadap osteoporosis)
SUPLEMEN ORAL
Suplemen oral ini diberikan dalam dua periode.
Periode 1 : pengaruh suplementasi terhadap peningkatan asupan protein dan energi secara signifikan tidak ada perbedaan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Periode 2 : terjadi peningkatan asupan protein dan energi yang signifikan pada kelompok intervensi tetapi tidak terjadi pada lansia kelompok kontrol bahkan pada kelompok ini asupan protein dan energinya cenderung lebih rendah bila dibandingkan kelompok intervensi
  TERAPI HORMONAL : dilakukan dengan pemberian hormon pertumbuhan pada pasien (growth hormone). Ternyata memberi dampak positif terhadap penurunan resiko terjadinya malnutrisi pada lansia dan psien geriatri.



DAFTAR PUSTAKA

  1. Longjian Liu , Melinda M.Bopp, et al. Undernutrition and Risk of Mortality in Elderly Patients Within 1 Year of Hospital Discharge. Journal of Gerontology: MEDICAL SCIENCES In the Public Domain 2002, Vol. 57A, No. 11, M741–M746.   
  2. Olivier Bouillanne, Gilles Morineau, et al. Geriatric Nutritional Risk Index: a new index for evaluating at-risk elderly medical patients. Am J Clin Nutr 2005;82:777– 783.
  3. Dennis H. Sulivan, MD, Melinda M. Bopp, Bs, Paula K. Roberson, PhD. Protein Energy-Undernutrition And Life-Threatening Complication Among The Hospitalized Elderly. J GEN INTER MED 2002;17:923-932.
  4. Asa M. Brantervik, et al. Older hospitalised patients at risk of malnutrition: correlation with quality of life ,  aid from the social welfare system and length of stay? Age and Ageing doi:10.1093/ageing/afi125.
  5. Emmanuelle E.Fabre,et al. Gene Polymorphisms of oxidative stress enzymes : prediction of elderly renutrition. Am J Clin Nutr 2008;87:1504-1512.
  6. Cécile Bos, Robert Benamouzig, Anne Bruhat, Christian Roux, Sylvain Mahé, Paul Valensi, Claire Gaudichon, Françoise Ferrière, Jacques Rautureau, and Daniel Tomé. Short-term protein and energy supplementation activates nitrogen kinetics and accretion in poorly nourished elderly subjects. Am J Clin Nutr 2000;71:1129–37.
  7. Gunnar Akner and Tommy Cederholm. Treatment of protein-energy malnutrition in chronic nonmalignant disorders. Am J Clin Nutr 2001;74:6-24.  
  8. Patrick Ammann, Sandrine Bourrin, Jean-Philippe Bonjour, Jean-Marc Meyer, and Rene´ Rizzoli. Protein Undernutrition-Induced Bone Loss Is Associated with Decreased IGF-I Levels and Estrogen Deficiency. J Bone Miner Res 2000;15:683–690.
  9. Isabelle Bourdel-Marchasson,et al. Functional and metabolic early changes in calf muscle occurring during nutritional repletion in malnourished elderly patients. Am J Clin Nutr 2001;73:832-838.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar